1. HOME
  2. »
  3. BERITA

Peserta BLK Sumbar Hanya 40 Persen Terserap Dunia Kerja

Editor: Rizlia Khairun Nisa  20 Februari 2019 12:06
news/2019/02/21/165047/peserta-blk-sumbar-hanya-40-persen-terserap-dunia-kerja-190221k.jpg

DPR RI - Provinsi Sumatera Barat memiliki 12 Badan Latihan Kerja (BLK) dengan jumlah peserta mencapai 16 ribu orang. Namun berdasarkan informasi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumbar, dari 16 ribu peserta itu, baru sekitar 40 persennya yang terserap dunia kerja. Melihat hal tersebut, Anggota Komisi IX DPR RI Marinus Gea mendorong Pemprov Sumbar untuk memperbaiki sistem pelatihan dan peralatan yang digunakan BLK.

"Itu pun saya menduga tidak terserap di sektor-sektor yang lebih baik. Artinya terbatas pada UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Kenapa demikian? Karena memang pelatihan tersebut sengaja dibuat tidak untuk level pekerjaan yang lebih tinggi," ujar Marinus usai pertemuan Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi IX DPR RI dengan Wakil Gubernur Sumatera Barat dan jajarannya di Kantor Gubernur Sumbar, Padang, baru-baru ini.

Politisi Fraksi PDI Perjuangan ini menilai, materi, kurikulum serta peralatan yang digunakan di BLK ini sangat tertinggal. Sehingga Sumber Daya Manusia (SDM) yang dilatih pun ikut tertinggal. Terlebih lagi dengan pencanangan industri 4.0 dengan teknologi yang sangat cepat. Mengambil istilah anak jaman now, peralatan di BLK sudah jadul.

Marinus meminta semua itu tentu harus diperbaiki dan ditingkatkan. Mulai dari materi pelatihan, kurikulum, serta semua peralatan yang digunakan di BLK harus juga mengikuti perkembangan teknologi yang ada. Sehingga lulusan SDM yang dihasilkan BLK juga merupakan tenaga kerja yang siap pakai di industri besar maupun industri menengah.

"Kami mendorong agar BLK segera memperbaiki cara mengajar, sistem dan kurikulum pengajaran, serta peningkatan berbagai alat pendukung. Di sini saya menyarankan agar jangan bicara secara sektoral, namun menyeluruh dan terintegrasi dengan instansi lainnya," tambah legislator dapil Banten III itu.

Misalnya tenaga perawat Indonesia, lanjut Marinus. Perawat asal Indonesia sudah bisa diterima di Jepang. Ini tidak sulit untuk memberikan pelatihannya, selain menggunakan alat bantu yang berstandar, diperlukan juga tenaga pengajar bahasa Jepang. Ahli bahasa Jepang bisa didapat lewat kerja sama dengan lembaga bahasa asing yang ada. Jadi diperlukan kepekaan Dinas Tenaga Kerja untuk bisa berintegrasi dengan instansi lainnya.

KOMENTAR ANDA