Pemerintah Dinilai Abaikan Putusan MA Soal Kenaikan Iuran BPJS
DPR RI - Pemerintah kembali menetapkan aturan kenaikan iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020, setelah sebelumnya Perpres Nomor 75 Tahun 2020 dibatalkan oleh putusan Mahkamah Agung (MA). Dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri PMK, Menteri Kesehatan, DJSN, Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Anggota Komisi XI DPR RI Dewi Asmara angkat suara terkait hal tersebut.
"Isi Putusan MA yang membatalkan Pasal 34 pada Perpres Nomor 75 Tahun 2020 ini agak kami sitir, meski Pemerintah sudah membuat aturan kembali, tetapi kami perlu mengingatkan Pemerintah bahwa dalam putusan MA tersebut, terdapat pada satu konsen, yakni permasalahan defisit dana jaminan sosial yang harus ditangani adalah manajemen atau tata kelola BPJS secara keseluruhan," kata Dewi saat mengikuti Raker di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (11/6).
Meski sudah dibatalkan, politisi Fraksi Partai Golkar itu mengingatkan agar pemerintah tidak semudah itu membuat kembali aturan penggantinya. Meski secara regulasi hal tersebut dibenarkan, tetapi perlu diingat bahwa masih adanya sejumlah poin penting dalam putusan MA, bahkan yang juga terdapat dalam pendalaman rapat-rapat DPR RI dan pPemerintah sebelumnya, yang belum terlihat adanya upaya pemerintah untuk mentaati.
"Setidaknya ada 4 catatan MA, yaitu tidak seriusnya kementerian-kementerian terkait dalam berkoordinasi menyelenggarakan JKN, ketidakjelasan eksistensi DJSN dalam merumuskan kebijakan umum, adanya fraud dalam pengelolaan dan pelaksanaan JKN oleh BPJS Kesehatan, dan mandulnya satuan pengawas internal BPJS dalam melaksanakan pengawasan," tegas Dewi lebih lanjut.
Dengan belum adanya intensi Pemerintah untuk melakukan upaya perbaikan, Dewi menilai hal tersebut menjadi hal yang kurang mendapat perhatian dari Pemerintah terkait, termasuk Menko PMK, Menteri Kesehatan, dan BPJS Kesehatan itu sendiri.
"Bukan semata-mata mengganti dengan yang baru tetapi lakukan perbaikan ini. Karena ini sudah dilakukan DPR dan BPKP dalam audit yang terdahulu bahkan dengan Komisi XI," imbuhnya.
Untuk itu, Dewi sependapat putusan MA yang menyatakan bahwa kesalahan Pemerintah tersebut tidak boleh dibebankan kepada masyarakat dengan maikkan iuran. "Pemerintah terkesan melakukan pembiaran terhadap kecurangan-kecurangan yang terjadi, sebagaimana terdapat pada putusan MA di halaman 64. Kami mendesak agenda penguatan sistem jaminan sosial ini harusnya berfokus pada perbaikan kualitas pelayanan dan perbaikan tata kelola, bukan hanya bagaimana meningkatkan kontribusi iuran masyarakat," kritiknya.
Perlu diketahui, besaran iuran JKN-KIS peserta PBPU dan BP atau disebut juga peserta mandiri untuk bulan Januari, Februari dan Maret 2020 mengikuti Perpres Nomor 75 Tahun 2019, yaitu Rp 160.000 untuk Kelas I, Rp 110.00 untuk Kelas II, dan Rp 42.00 untuk Kelas III. Sementara untuk bulan April, Mei dan Juni 2020 besarannya masih mengikuti Perpres Nomor 82 Tahun 2018. Per 1 Juli 2020, iuran peserta PBPU dan BP disesuaikan menjadi Rp 150.000 untuk Kelas I, Rp 100.000 untuk Kelas II, dan Rp 42.000 untuk Kelas III.
KOMENTAR ANDA
BERITA LAINNYA
-
DJP Diminta Masifkan Sosialisasi NIK Jadi NPWP
12 Juni 2020 12:57 -
Pemuda Penentu Kebijakan Global
12 Juni 2020 12:57 -
DPR Percaya Bareskrim Profesional Tangani Kasus Penembakan Polisi
12 Juni 2020 12:57
BERITA POPULER
- 1
Puan: Kembalinya Blok Rokan Harus Dirasakan Rakyat
- 2
Abaikan berbagai aspek, holding migas BUMN dinilai terburu-buru
- 3
Fungsi dan kewenangan BNN jadi pembahasan Panja RUU Narkotika
- 4
Komisi IX evaluasi kinerja, Menkes diberi waktu 2x24 jam untuk usut kasus Debora
- 5
Konferensi Parlemen Dunia dihadiri 48 negara, Fahri sebut itu prestasi
- 6
Demi masyarakat sehat, Brebes dukung program GPN dari Kemenpora
- 7
Ribuan advokat siap bela Aris Budiman