Mulyanto: Pemerintah Harus Segera Revisi UU Migas
DPR RI - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta Pemerintah segera mengkonsolidasikan diri untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas). Mengingat sebelumnya Pemerintah telah mencabut pasal-pasal terkait Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMN-K) sebagai pengganti Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) dalam RUU Cipta Kerja.
Menurut Mulyanto, sejak Badan Pelaksana Hulu (BPH) Migas yang diatur dalam UU di atas dibatalkan melalui keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2012, maka praktis pelaksana kuasa pertambangan migas dijalankan oleh Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas yang bersifat sementara. Namun faktanya SKK Migas, lembaga yang bersifat sementara itu sudah berlangsung lebih dari 8 tahun.
“Waktu yang tidak pendek. Seharusnya Pemerintah sudah menyiapkan konsep kelembagaan pelaksana kuasa pertambangan migas ini dengan matang, sebagai tindak lanjut dari keputusan MK. Sehingga pembangunan di sektor hulu migas benar-benar dapat dijalankan secara optimal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” papar Mulyanto dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, Jumat (18/9).
Kelembagaan yang sekarang, SKK Migas, menurutnya jelas tidak ideal. Karena selain bersifat sementara, hanya berupa satuan kerja di dalam Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta hanya memiliki fungsi dalam pengaturan dan pengawasan. SKK Migas tidak memiliki fungsi pengelolaan dan pengusahaan. Pihaknya berharap kelembagaan pelaksana kuasa pertambangan migas atau BUMN Khusus ini, sesuai amanat MK, dapat menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan, sebagaimana sekarang dilaksanakan oleh SKK Migas, juga ditambah fungsi pengelolaan dan pengusahaan sektor hulu migas.
“Jadi BUMN Khusus ini berfungsi sebagai ‘regulator’ sekaligus ‘doers’ (pelaksana) di sektor hulu migas. Tujuannya, agar Pemerintah sebagai representasi dari negara dan pemegang kuasa pertambangan migas, mengelola secara langsung sektor hulu Migas ini demi sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat," jelas politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) ini.
Mulyanto menilai, kondisi SKK Migas saat ini tidak memiliki fungsi pengelolaan secara langsung, termasuk pengusahaan sektor migas. Akibatnya negara tidak dapat mengoptimalkan pengelolaan sektor migas ini sebesar-besarnya demi kemakmuran masyarakat. Misalnya negera mengeluarkan biaya tambahan untuk menjual bagian Pemerintah atas migas, dan lainnya. “Dengan kelembagaan yang terbatas seperti sekarang ini, kita pesimis target lifting minyak 1 juta barel per hari dapat terwujud,” pungkas Mulyanto.
BUMN Khusus ini, lanjut politisi asal daerah pemilihan Banten I ini, sebaiknya hanya khusus menangani sektor hulu migas tidak ke sektor hilir, karena di sektor hilir sudah ada BPH Migas sebagai regulator dan PT. Pertamina (Persero) sebagai pelaksana (doers). Dengan demikian Pertamia sebagai BUMN yang juga bergerak di sektor hulu migas, tetap eksis dan mendapat previlege dalam usaha hulu migas tersebut.
KOMENTAR ANDA
BERITA LAINNYA
-
Sahroni: Kasus Kematian Brigadir J Pertaruhan Psikis Keluarga dan Kredibilitas Polri
18 September 2020 20:50 -
DJP Diminta Masifkan Sosialisasi NIK Jadi NPWP
18 September 2020 20:50 -
Pemuda Penentu Kebijakan Global
18 September 2020 20:50 -
DPR Percaya Bareskrim Profesional Tangani Kasus Penembakan Polisi
18 September 2020 20:50 -
Puteri Komarudin Desak Bank Mandiri Tindaklanjut Dugaan Dokumen Agunan Nasabah Hilang
18 September 2020 20:50
BERITA POPULER
- 1
Puan: Kembalinya Blok Rokan Harus Dirasakan Rakyat
- 2
Abaikan berbagai aspek, holding migas BUMN dinilai terburu-buru
- 3
Fungsi dan kewenangan BNN jadi pembahasan Panja RUU Narkotika
- 4
Komisi IX evaluasi kinerja, Menkes diberi waktu 2x24 jam untuk usut kasus Debora
- 5
Konferensi Parlemen Dunia dihadiri 48 negara, Fahri sebut itu prestasi
- 6
Demi masyarakat sehat, Brebes dukung program GPN dari Kemenpora
- 7
Ribuan advokat siap bela Aris Budiman