1. HOME
  2. »
  3. BERITA

Legislator Pertanyakan 'Grand Design' Penanggulangan Pandemi Covid-19

Editor: Hery Hardjo Winarno  15 April 2020 14:25
news/2020/04/15/167847/legislator-pertanyakan-grand-design-penanggulangan-pandemi-covid-19-200415u.jpg Anggota Komisi I DPR RI Sukamta

DPR RI - Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menegaskan harusnya pemerintah mempunyai grand design penanggulangan pandemi virus Corona (Covid-19) sejak awal. Infeksi Covid-19 sudah terkonfirmasi di 34 provinsi dan peningkatan penyebarannya masih mengkhawatirkan dan memakan waktu lebih panjang. Akibatnya, Pemerintah di tingkat pusat maupun daerah kewalahan menangani ditambah kondisi ekonomi yang semakin memburuk.

Dampaknya sudah terlihat dimana-mana. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi di semua jenis industri, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kehilangan pasar dan ekonomi mulai kedodoran. Hingga akhirnya Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Status Bencana Nasional Covid-19. Namun, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai Pemerintah terlambat menetapkan status yang berskala masif dan nasional untuk menghadapi Pandemi Covid-19 ini.

"Harusnya sejak awal ketika Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 dibentuk, dan berdasarkan kepada prediksi dan proyeksi penyebaran Covid-19, status bencana nasional segera ditetapkan, terlebih WHO awal Maret juga menetapkan Covid-19 sebagai pandemi global. Jelas ini bukan perkara biasa. Sejak awal Pemerintah harusnya sudah menetapkan grand design penanggulangannya, seandainya pada akhir 2019 atau awal tahun 2020 pemerintah sudah tanggap," tegas Sukamta dalam rilis persnya, Selasa (14/4/2020).

Sukamta menjelaskan, belum jelasnya grand design pemerintah juga terlihat dari dikeluarkannya Keppres Nomor 12 Tahun 2020 yang ternyata juga belum memenuhi kebutuhan. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan bahwa penentuan dan pengaturan status bencana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres), tidak cukup dengan Keppres. Implikasinya, status bencana nasional menjadi tidak jelas teknisnya. Keppres hanya memutuskan (beschikking), sementara Perpres sifatnya mengatur (regeling).

"Maka, tidak jelaslah apa yang dimaksud bencana nasional itu, siapa saja yang berkoordinasi, anggaran dari mana saja, dan bagaimana langkah-langkah dalam status bencana nasional itu. Apalagi dalam Keppres tersebut tidak disertakan indikator-indikatornya seperti jumlah korban, cakupan bencana, potensi kerugian. Saya khawatir kegamangan ini akan berlarut-larut. Maka, saya mendorong agar pemerintah segera mengeluarkan Perpres tentang bencana nasional agar semua menjadi jelas panduannya," saran Sukamta.

Sukamta melanjutkan, dengan peraturan bencana nasional ini, pemerintah bisa menggunakan sumber daya dan anggaran anggaran cadangan yang ada. Sehingga diharapkan ada dampak positif pada pengerahan sumber daya dan sekaligus dana-dana kedaruratan yang bisa digunakan. Dan Perpres bencana nasional kita butuhkan juga dalam hal menjamin agar semuanya dilakukan secara transparan, efisien dan tepat sasaran.

Dengan demikian, ia berharap Pemerintah bisa segera merealisasikan janji-janji sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo, seperti test rapid massal, yang sampai hari ini belum dilakukan. "Alat test rapid yang dibagikan ke kabupaten-kabupaten hanya berjumlah ratusan per kabupaten. Untuk mengetes tenaga medis saja tidak cukup, apalagi masyarakat umum. Juga distribusi APD tenaga medis masih saja belum memadai, jumlah ruangan darurat masih belum ada penambahan signifikan. Daerah masih menunggu apa saja anggaran dari pusat yang diperbantukan ke daerah untuk penanggulangan Covid-19 ini," ungkapnya.

"Pemerintah juga berjanji memberikan bantuan sosial untuk masyarakat yang diminta tinggal di rumah agar mereka bertahan hidup dan tidak nekad keluar rumah. Ini juga masih ditunggu oleh masyarakat, sementara sekarang ini beberapa pemerintah daerah sedang mendata siapa saja masyarakat yang membutuhkan," tandas legislator daerah pemilihan (dapil) Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta itu.

KOMENTAR ANDA