Indeks Penelitian Indonesia Masih Rendah
DPR RI - Indeks penelitian di Indonesia dinilai masih rendah. Para peneliti Indonesia tertinggal jauh dari para peneliti di negara-negara lain. Ada H-Indeks sebagai indikator hasil penelitian. Anggota Komisi VII DPR RI Arkanata Akram menyarankan, untuk meningkatkan indeks, penelitian di Indonesia bisa diarahkan ke penelitian 4.0 dengan menggunakan simulasi komputer.
“Bicara daya saing penelitian antara LIPI sebagai lembaga penelitian dari Indonesia dengan lembaga penelitian lain dari negara luar, maka kita kekurangan. Itu ditandai dengan H-Indeks yang tertinggi hanya 10. Padahal, minimal 18 untuk mendapat title professorship di kancah internasional,” kata Arkanata usai mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI ke Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA), LIPI, Gunung Kidul, Yogyakarta, Jumat (22/11).
Untuk meningkatkan daya saing penelitian, politisi Partai NasDem itu mengimbau agar mengarahkan penelitian ke 4.0 yang menggunakan simulasi komputer. Maksudnya, semua laboratorium basah atau yang menggunakan eksperimen dipindahkan ke dalam bentuk simulasi komputer (machine learning). Lab basah sendiri dalam dunia penelitian biasnya digunakan untuk menangani berbagai bahan kimia dan punya potensi bahaya basah. Untuk itu, lab perlu dirancang secara khusus.
Saat ini di Indonesia masih jarang menggunakan simulasi komputer untuk penelitian bidang ilmu pengetahuan alam. Penelitian ini sangat murah. “Kebanyakan kita masih menggunakan lab eksperimen yang basah. Jarang sekali di Indonesia ini menggunakan machine learning untuk bidang ilmu pengetahuan alam. Machine learning banyak dikembangkan di Indonesia dalam penelitian sosial, politik, dan ekonomi. Tapi untuk penelitian bidang ilmu pengetahuan alam kita masih ketinggalan,” jelasnya.
Sementara itu, masih kata legislator dapil Kalimantan Utara ini, bicara akses hasil penetian bagi masyarakat, mungkin ada baiknya semua hasil penelitian LIPI diumumkan di sebuah website untuk memudahkan masyarakat mengaksesnya. Di beberapa negara lain, hal ini sudah biasa. Seperti di Australia, lembaga penelitiannya membuka akses bagi masyarakat. Jadi, tidak hanya produk, tapi ilmunya pun bisa didapat masyarakat.
KOMENTAR ANDA
BERITA LAINNYA
-
Sahroni: Kasus Kematian Brigadir J Pertaruhan Psikis Keluarga dan Kredibilitas Polri
25 November 2019 11:02 -
DJP Diminta Masifkan Sosialisasi NIK Jadi NPWP
25 November 2019 11:02 -
Pemuda Penentu Kebijakan Global
25 November 2019 11:02 -
DPR Percaya Bareskrim Profesional Tangani Kasus Penembakan Polisi
25 November 2019 11:02 -
Puteri Komarudin Desak Bank Mandiri Tindaklanjut Dugaan Dokumen Agunan Nasabah Hilang
25 November 2019 11:02
BERITA POPULER
- 1
Puan: Kembalinya Blok Rokan Harus Dirasakan Rakyat
- 2
Abaikan berbagai aspek, holding migas BUMN dinilai terburu-buru
- 3
Fungsi dan kewenangan BNN jadi pembahasan Panja RUU Narkotika
- 4
Komisi IX evaluasi kinerja, Menkes diberi waktu 2x24 jam untuk usut kasus Debora
- 5
Konferensi Parlemen Dunia dihadiri 48 negara, Fahri sebut itu prestasi
- 6
Demi masyarakat sehat, Brebes dukung program GPN dari Kemenpora
- 7
Ribuan advokat siap bela Aris Budiman