1. HOME
  2. »
  3. BERITA

Fahri Hamzah: Demokrasi sistem yang paling rumit

Editor: Anwar Khumaini  08 April 2018 20:48
news/2018/04/08/157036/fahri-hamzah-demokrasi-sistem-yang-paling-rumit-180408c.jpg
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, sistem kepemimpinan yang paling rumit adalah demokrasi. Beda dengan sistem otoriter, yang sangat kokoh karena dasarnya tidak bisa didebat.
 
“Otoritarianisme misalnya raja, yang sumber powernya adalah darah (dalam defenisi macam-macam), sehingga sangat kuat. Tapi dalam demokrasi itu, suara rakyat dan ini paling goyang,” kata Fahri berbicara dalam acara Netizen #NgopiBarengFahri di bilangan Duren Sawit, Jakarta, beberapa waktu lalu.
 
Suara rakyat itu, lanjut Fahri, sama dengan kurs mata uang, atau seperti harga saham di capital market yang follow tail (mengikuti) sifatnya. Dalam artian, suara rakyat itu sifatnya tidak bisa diprediksi karena bisa berubah-ubah suatu saat.
 
“Pagi Anda menang di pemilu, besoknya akseptabilitas atau kepuasan publik, itu bisa-bisa sudah turun dari anda kepilihnya berapa. Pak Jokowi sekarang, kepuasan publiknya ada dibawah 50, padahal waktu terpilih dia di atas 50. Follow tail suaranya. Kenapa? Karena sumbernya adalah persetujuan rakyat melalui kotak suara,” ujarnya.
 
Karena ini follow time, maka menurut politisi dari PKS itu, diperlukan pemimpin yang luas pemahamannya, pengertian dan kapasitasnya untuk menjalankan sistem ini agar lebih efektif. Lantas, Fahri mengambil contoh bahwa demokrasi itu ibarat snartphone (handphone pintar) yang memiliki banyak fitur dan sangat kompleks.
 
“Nah, problem kepemimpinan kita sekarang ini sama seperti smartphone, tapi sayangnya kapasitas pemimpinnya seperti handphone jadoel. Itu aja cara berfikirnya. Jadi fitur yang dimengerti oleh Jokowi dan kawan-kawannya itu adalah jadoel, karena instrumen-instruennya tidak dipakai. Sementara kita semua ini sudah mengertinya smartphone,” tambahnya lagi.
 
Satu fitur penting yang tidak dipakai oleh Jokowi yakni pemanfaatan mimbar istana. Harusnya sebagai presiden, Jokowi memanfaatkan fitur itu untuk berbicara setiap hari kepada bangsa Indonesia, terkait pemasalahan yang dialami negaranya.
 
“Fitur itu harus dipakai. Karena setiap pagi rakyat itu menunggu apa yang akan dilakukan seorang presiden dan mau dibawa kemana bangsa ini. Tapi tidak dipakai, makanya pemerintah setiap hari seperti orang panik, tidak mengerti harus melakukan apa, sehingga masalah yang lama berulang-ulang,” kata Fahri.
 
Misalnya, fenomena masuknya berton-ton narkoba ke Indonesia, tapi Jokowi sebagai presiden itu tidak ada sense of crisis, tidak memberikan warning kepada pengirim. Bahkan ada hukum mati pun ditunda-tunda.
 
“Cara berpikir kompleks ini tidak ada dalam kepemimpinan saat ini, dan tim-tim nya juga tidak terlihat memberikan masukan yang benar kepada presiden atau mungkin dikasih masukan nggak masuk-masuk,” sindir Fahri.
 
Bahkan, menurut anggota DPR dari daerah NTB itu, banyak lagi yang lainnya mengingat demokrasi adalah sistem yang kompleks, dimana dialamnya ada masyarakat sipil, sosmed, kafe, kelas menengah, masket, kapital market, free sociaty dan seterusnya.
 
“Itu demokrasi. Tapi kalau otoriterianisme nggak. Pemimpinannya dia, nggak boleh diganggu, dikritik. Apa kata dia, ikuti saja. Itu jadoel. Nah pemimpin kita sekarang, jadoel. Sementara jaman demokrasi ini sudah smartphone,” tutup Fahri Hamzah.

KOMENTAR ANDA